Kamis, 13 November 2008

GLOBALISASI , BANK SPERMA DAN BANK GRAMEEN

Berkat Kemajuan teknologi dan ekonomi dunia yang berkembang begitu pesat, memberikan begitu banyak kontribusi di segala aspek kehidupan, revolusi kehidupan manusia yang tak pernah berhenti membuat hidup begitu dinamis ,manusia selalu menuntut kesempurnaan sehingga setiap langkah adalah perubahan. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas menggiring mereka untuk mendapatkan suatu masa dimana kehidupan adalah sarana untuk berkreasi dalam menyalakan visi untuk dunia yang lebih baik . Dunia yang begitu luas , tak menjadikan manusia terhambat relasinya ketika dihadapkan oleh sebuah tekhnologi yang mengagumkan.Karena hal yang serba mungkin , interaksi manusia menjadi lebih praktis dan mudah ,persentuhan antara manusia dengan manusia dari Negara lain yang begitu aktif menciptakan suatu gaya hidup global dimana persentuhan antar budaya sebagai sesuatu penciptaan budaya yang lebih besar.Tetapi ketika dihadapkan pada aktifitas ekonomi , yang didasarkan pada kekuasaan materi atau mencari keuntungan yang terbesar dari orang lain , tanpa kita sadari bahwa kita sedang digiring untuk menjadi obyek dari sebuah kerajaan ekonomi yang lebih besar. Abad global adalah sebuah tatanan yang diciptakan Negara maju untuk menjajah secara ekonomi dengan memperluas area , dengan menggunakan kendaraan yang bernama tekhnologi dan kekuasaan mereka dengan bebas mempermainkan tatanan, mengubah dan merusak atas nama kehendak global. Arus informasi yang mengalir deras melalui berbagai media memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhan akan rasa ingin tahu terhadap segala hal , namun tanpa sebuah filter, arus informasi menimbulkan berbagai hal yang baru sekaligus dampak negatif terhadap semua sisi kehidupan. sebuah pembenaran (justifikasi) melawan pakem-pakem yang sudah berabad-abad menjadi system nilai yang kokoh.

Lunturnya sebuah kebanggaan terhadap budaya timur yang penuh dengan keunggulan dalam memanusiakan manusia menceminkan sebuah arus informasi dalam bentuk ikon masa depan yang hedonis , mengalahkan budaya-budaya luhur yang agamis. Pemujaan materi yang begitu luhur menciptakan genre dimana manusia berkompetisi untuk saling menghancurkan(Homo Homini Lupus) dan merendahkan derajat manusia ( ibarat partai-partai politik yang berkampanye untuk mempengaruhi publik untuk meraih kekuasaan) ,dan pada akhirnya hanyalah sebuah kebohongan, penipuan dan dagelan para preman intelektual. Sebuah fenomena dimana materi adalah dewa , kedudukan dan jabatan adalah orgasme , sebuah puncak kenikmatan sesaat yang menggiring pola pikir yang sesat, dengan cara apapun baik dengan cara licik ataupun dengan eksploitasi tubuh aduhai dan wajah cantik dijadikan modal untuk berada pada posisi “High level”. Jhon Naisbith mengartikan hal ini sebagai berikut “Masyarakat manusia akan hidup dalam suatu masa transformasi sosial dan struktural yang akan mengubah nilai-nilai pada masyarakat itu sendiri”

Perubahan-perubahan nilai pada masyarakat terlihat jelas dengan semakin permisivnya manusia terhadap perilaku-perilaku menyimpang.Untuk mencari ketenaran dan menaikkan pamor, orang dengan berani dan tanpa malu membeberkan aibnya ke publik melalui media massa ataupun media elektronik (Kasus Maria Eva) adalah sebuah fenomena mendewakan uang atau mendapatkan popularitas secara instant hal ini didukung oleh pendapat dari Alfin Toffler bahwa “Perubahan yang terjadi dalam era global dapat berakibat munculnya goncangan budaya (culture shock) dan dapat menghambat pembangunan , apabila masyarakat belum siap menerima perubahan”.

Keterkejutan terhadap keterbukaan lalu lintas informasi ,ekonomi , tekhnologi dan budaya menciptakan suatu peluang tatanan kehidupan yang penuh risiko. Runtuhnya kebanggaan pada nilai-nilai lama yang luhur semakin mengkikis kebanggan terhadap agama. Itulah infiltrasi budaya asing yang begitu kuat yang menghancurkan sendi-sendi moral maka timbulnya simbol-simbol praktis dengan atribut kebanggaan pada gaya hidup bebas , individualistis dan bertuhan “DUNIA”

Seperti pernyataan berikut ini :

“Entah berapa banyak di antara kita yang beribadah sekadar demi dirinya sendiri : Bershalat demi tradisi, bangun Masjid demi tutupi korupsi ,berhaji demi gengsi,berkhotbah demi mencaci, berzakat demi pamer diri.

Beragama secara posesif demi modus memiliki (to have) bukan modus menjadi (to be) ,hanyalah berselancar di permukaan gelombang bahaya , tanpa kesanggupan menggali kedalaman yang suci, Tanpa menyelam di kedalaman pengalaman spiritual , keberagaman menjadi mandul kering dan keras ; tak memiliki sensitifitas-kontemplatif , conscious–intimacy , daya kuratif serta hubungan transformatif dengan yang suci dan yang profane ( kotor) . Tanpa penghayatan spiritual yang dalam , orang akan kehilangan negative capability : yakni kesanggupan untuk berdamai dengan ketidakpastian ,misteri, keraguan dalam hidup.(Kompas , PUASA TRANSFORMATIF, Yudi Latif ,hal 6 , tgl 28-09-2006)

Suatu realita telah terhampar dihadapan mata kita , suatu tragedi banyak terjadi akibat rem hawa nafsu(AGAMA) telah blong beralih menjadi symbol sejarah bukan sebagai pedoman untuk berprilaku yang baik. Agama telah tersingkirkan dari singgasana ,agama terkikis roda jaman globalisasi menepi jauh ditempat sepi di awan-awan, disembunyikan dan dilupakan demi kehidupan hedonis, “masyarakat seakan dicuci otaknya oleh sebuah sistem kapitalisme raksasa yang menentukan handphone, rambut, baju,kendaraan dan make-up apa yang harus dipakai saat ini lewat sarana yang disebut trend , trend ini dijejalkan ke otak kita lewat media massa seperti majalah,atau sinetron supaya kita menelan tanpa sensor budaya yang disodorkan sistem kapitalis itu.” ( Pikiran Rakyat , 22 mei 2007 )

Kitab suci hanyalah seperti kumpulan puisi terasa indah untuk dibacakan ,tapi lupa esensi karena dibutakan metuhankan materi.

Maka wajarlah perilaku-perilaku menyimpang tumbuh subur bak jamur di musim hujan, korupsi,pembunuhan, pencurian,Aborsi, Kumpul kebo , narkotika,phedopolia, Traficking, dan beribu –ribu potensi masalah akan muncul mendarahi jagad bumi ini, selamat datang zaman jahiliyah dalam abad milinium

ketika suatu saat nanti banyak anak-anak selalu merengek menanyakan siapa bapak/ibunya dan agamanya ,dengan lantang orang tuanya menjawab :

1. Bapak dan ibumu adalah uang

2. Bapak dan ibumu adalah Bank Sperma

3. Agamamu adalah globalisasi

Bank Sperma lahir bukan hanya demi sekedar materi tetapi ambisi yang salah dari karya manusia yang adiluhung. Banyak diantara mereka sebagai pendonor kerena butuh uang dan kesenangan dunia .Mereka menjual sperma dan sel telur untuk membiayai hidupnya, begitu pendek langkah mereka padahal banyak jalan halal membentang banyak cara diraih . Apakah mereka korban globalisasi yang termarjinalkan, lalu bagaimana dengan lembaga Bank Sperma ? Debora Spar

dalam judul bukunya The Baby Business mengatakan sbb :“ Ini merupakan langkah bijak memperoleh sel telur/sperma dengan kualitas terbaik dan undang-undang AS tidak memberikan batasan soal penjualan itu, yang dilarang di AS adalah penjualan organ tubuh manusia “, Lalu bagaimana mengenai harga, sel telur berasal dari seorang perempuan memiliki harga $100 ribu karena memiliki kemampuan atletik serta kecerdasan di atas rata-rata,sedangkan harga donor sperma malah dihargai lebih

murah sekitar $75 karena laki-laki tidak melalui proses panjang pengambilan sperma sedangkan harga juga dipengaruhi oleh jenis bibit,bebet,dan bobot benih itu. (Satu sel Telur Rp 1 miliar, Widyabuana, Banjarmasin Post ,21-03-2006).

Ini Satanic Verse bukan ala Salman Rusdhie tetapi ala agama globalisasi,satu ayat yang mengerikan bagi kita yang masih percaya kehidupan sejati bukan di dunia dan masih percaya Tuhan kita adalah ALLAH.

Amerika Serikat menjadi pasar reguler bebas dari pusat donatur penjualan sel telur dan sperma.Menurut data Departemen Pusat Pengontrolan dan Pencegahan Penyakit , jumlah orang yang menggunakan sel telur mengalami peningkatan hingga 40 % yaitu dari 10.389 sel donor tahun 2000 menjadi 14.323 sel donor pada tahun 2003. (Satu sel Telur Rp 1 miliar, Widyabuana, Banjarmasin Post ,21-03-2006). Akankah Indonesia menjadi pasar bebas berikutnya ?

Dan ketika penulis teringat dengan langkah Moh Yunus dengan Bank Grameennya yang mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian 2006 , seperti legenda kepahlawanan di daerah inggris Robinhood sebagai dewa penolong bagi rakyat miskin. Bedanya dia bukanlah cerita tetapi kenyataan , tidak mencuri tetapi menggunakan kekayaannya untuk membantu masyarakat miskin melalui Bank Miliknya yaitu Bank Grameen. Ternyata masih ada tujuan mulia untuk kemanusiaan (Homo Homini Socius) diantara beribu kebejatan-kebejatan moral yang berdesakan terus lahir dan mengalir.

“Kiprah Moh Yunus dimulai tahun 1974 , sebagai akademisi merasa berdosa ketika banyak orang sedang sekarat di jalan-jalan karena kelaparan, saya justru sedang mengajarkan teori-teori ekonomi yang elegan .Sejak itu saya putuskan Kaum papa harus menjadi guru saya dan mulailah mengembangkan konsep pemberdayaaan kaum papa. Moh Yunus mengembangkan program kredit mikro tanpa agunan , program ini semacam gugatan terhadap ketidakadilan dunia terhadap kaum miskin, “ mengapa Lembaga keuangan selalu menolak orang miskin? Mengapa informasi tekhnologi menjadi hak ekslusif orang kaya ?

Tahun 1976 Yunus mentransformasi lembaga kreditnya menjadi sebuah Bank yaitu Bank Grameen atau Bank Desa, kini telah berkembang memiliki 2.226 cabang, dan modal bank 94 % dimiliki oleh nasabah yakni kaum miskin dan sisanya pemerintah. Tahun 2003 Bank Grameen meluncurkan program baru membidik para pengemis , pinjaman ini tidak dikenakan bunga dan waktu pembayaran fleksibel , syaratnya pinjaman harus dikembalikan dari hasil pekerjaan mereka dan bukan dari mengemis. Kami berupaya menaikkan harkat selain tentunya meningkatkan kemampuan ekonomi. Bank Grameen berkembang menjadi Grameen Familiy of Enterprises dan mencatat keuntungan sebesar 15 juta dollar pada tahun 2005. Langkah Moh Yunus dikomentari oleh Mantan Sekjen PBB Kofi Anan sbb : Terima kasih kepada Moh Yunus dan Bank Grameennya , kredit mikro telah menjadi salah satu alat untuk memotong lingkaran kemiskinan. Kita tak bisa mengatasi terorisme dengan perang secara langsung terhadap terorism , tetapi dengan memberi akses kehidupan pada kaum miskin” ( Tokoh Indonesia. Com )

Kita telah mendapatkan suatu pelajaran yang berharga dari Bank Sperma sebagai produk ambisi manusia dan kecanggihan sebuah tekhnologi dalam kewajaran situasi terkini dan Bank Grameen sebagai produk langka yang lahir dalam kesendirian tetapi sangat monumental dalam mengedepankan nilai-nilai agama dan memegang teguh prinsip indahnya kebersamaan.

Sebagai bentuk dari kontemplasi terhadap tujuan kehidupan yang ideal ,dan diharapkan kita bisa membelokkan kembali banyak arah yang menyimpang , menghindar jebakan-jebakan yang berwujud nafsu dunia dengan memahami pernyataan di bawah ini :

“Intelektual sejati sering dipahami sebagai mahluk social yg memiliki kecerdasan, dan moralitas berbasis kebenaran guna menemukan hakikat kehidupan : Adil,sejahtera,demokratis dan bahagia. Intelektual sejati mengabdikan kemampuannya untuk mempertahankan /memperkuat nilai-nilai ideal kehidupan yg berbasis kebenaran ,kepantasan, keindahan, dan kemuliaan. Sebagai piranti cultural , intelektualitas difungsikan sebagai kunci pembuka ruang gelap dan pengap kehidupan guna menemukan pencerahan. lewat pergulatan intelektual dan spiritual ,

kaum intelektual berupaya menemukan jalan alternative agar kehidupan yang bermartabat terjaga dan menemukan napasnya kembali, Dalam Kontek ini hakekat kaum intelektual adalah kritisme atau sikap kritis terhadap jagad realitas sekitar dimana ia berada” .(Kompas. Indra Tranggono, Intelektual di ruang pengap, hal 6, 27-09-06)

Tidak ada komentar: